Dalam ilmu Fiqih, hukum kewarisan sering diistilahkan dengan ilmu Faraaid. Kata Faraaid adalah jamak dari kata Fariidah yang bermakna sesuatu yang wajib atau yang ditentukan. Menurut istilah Fiqih, Faraaid merupakan sebuah ilmu tentang metode pembagian harta warisan. Sedangkan istilah waris adalah berpindahnya kepemilikan harta benda yang ditinggalkannya mayit kepada para ahli warisnya.
Buku yang ditulis Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah Darusy Syafa’ah (STISDA) Lampung Tengah ini, H. Andi Ali Akbar, merupakan ikhtiar akademik untuk memperluas khazanah ilmu kewarisan di Nusantara, teori dasar kewarisan serta dilengkapi dengan penjelasan khilafiyah atau perbedaan ijtihad ulama dalam menguak makna nash Al Quran dan Hadits kewarisan.
Buku tentang hukum kewarisan ini diuraikan secara eksplisit oleh salah satu alumni Doktoral UIN Sunan Ampel Surabaya Jawa Timur ini dalam lima BAB.
BAB I menjelasakan makna dasar Ilmu Faraaid. Manfaat yang diperoleh dari mempelajari ilmu Faraaid adalah dapat memberikan harta warisan kepada ahli waris yang berhak sesuai bagian masing-masing berdasarkan aturan syariah. Untuk itu, hukum mempelajari ilmu Faraaid adalah fardhu kifaayah, dalam artian cukup adanya seseorang dalam suatu daerah tertentu sehingga menggugurkan kewajiban bagi yang lain didaerah tersebut (hal.1).
Dalam BAB ini dijelaskan pula tentang makna harta Tirkah, adalah harta peninggalan si mayit. Harta yang termasuk Tirkah adalah Zawaaidul tirkah, yaitu hasil dari harta tirkah yang diperoleh setelah sepeninggal mayit, seperti laba toko yang ada setelah ditinggal mati dan seperti buah dipohon milik mayit yang ada setelah ia wafat.
Menurut madzhab Syafii, Zawaaidul tirkah ini adalah termasuk harta yang langsung bisa diwariskan dan dibagikan sesuai hak masing-masing ahli waris. Sedangkan menurut ulama Malikiyah, jika mayit memiliki hutang, maka Zawaaidul tirkah itu bukan hak ahli waris, melainkan tetap milik mayit untuk membayar hutang (hal.4).
BAB II menguraikan tentang kewarisan. Pada BAB ini, Sekretaris PC LBM NU Lampung Tengah ini merinci tentang kewarisan. Mulai dari faktor mendapat warisan, faktor tercegah dari warisan, hingga rukun dan syarat warisan dan pembagian ahli waris.
Tercegahnya hak ahli waris itu disebabkan oleh salah satu dari dua hal; perilakunya sendiri atau karena ada ahli waris yang lebih dekat, seperti kakek terhalang karena ada ayah mayit dan sebagainya. Tercegahnya hak warisan akibat prilaku sendiri itu ada empat hal, yaitu; pertama, beda agama. Orang Islam tidak boleh menerima warisan dari keluarganya yang kafir, begitu pula sebaliknya. Kedua, murtad (keluar dari Islam). Orang murtad tidak boleh menerima warisan dari keluarganya yang muslim, begitu pula sebaliknya. Ketiga, membunuh. Orang yang membunuh keluarganya tidak berhak mendapat warisan darinya, baik membunuh dengan sengaja atau tidak. Keempat, sebagai budak. Seorang budak tidak berhak mendapat warisan, baik bersatatus budak yang sempurna (qinn) maupun hanya sebagian dari dirinya saja yang berstatus budak (muba’ad), (hal.8)
BAB III menjelaskan tentang Cara Menghitung. Dalam BAB ini alumnus Pesantren Blokagung Bayuwangi Jawa Timur ini, memaparkan proses penghitungan harta warisan mula-mula harus dicari dulu bagian ahli waris, asal masalah, lalu perbandingan sahamnya (hal.19).
Asal masalah yaitu bilangan kelipatan persekutuan terkecil dari setiap penyebut pada bagian tertentu ahli waris (furuudul muqaddarah). Asal masalah dalam ilmu waris hanya berkisar pada tujuh bilangan saja, yaitu; 2,3,4,6,8,12 dan 24.
Saham adalah jumlah bagian ahli waris tertentu dari hasil mengalikan asal masalah dengan pembilang dari furuudul muqaddarah lalu hasilnya dibagi dengan penyebutnya.
BAB IV menjabarkan tentang perkembangan illmu kewarisan. Didalam BAB ini selangkah lebih maju dalam perkembangan ilmu kewarisan, seperti; gharrawain, dzawil arham, khuntsa musykil (double gender), mafquud (orang hilang), ahli waris kandungan, dan kematian serentak. (hal. 81)
BAB V memaparkan tentang Problematikan Kontemporer. Pada BAB ini menguraikan beberapa problem kekinian konteks warisan. Dalam perkembangan dunia modern saat ini, tidak sedikit ditemukan problematika baru yang belum diketahui hukumnya menurut syariat.
Imam Syafi’i menyatakan bahwa permasalahan baru yang tidak termaktub dalam teks nash, maka perlu diselesaikan dengan pendekatan maslahat, yakni prinsip dan nilai-nilai dasar syari’ah. (hal.83)
Demi memperluas khazanah keilmuan, buku ini tidak hanya mengulas teori dasar kewarisan tapi juga dilengkapi dengan penjelasan khilafiyah atau perbedaan ijtihad ulama dalam menguak makna nash Al Quran dan hadits kewarisan.
Selain itu konsep akulturasi budaya juga dicantumkan demi memperhatikan kearifan fiqh sosial. Seperti bagaimana mengkompromikan tradisi pembagian waris secara kekeluargaan, problem harta gono-gini, dan pemanfaatann sepihak oleh sebagian ahli waris. Dan pula, isu-isu kekinian seputar hak waris anak angkat, anak hasil diluar nikah, teori isbat nasab, legalitas ikrar dan kecanggihan tes DNA juga ikut melengkapi khazanah kewarisan didalam buku yang ditulis Wakil Ketua PW GP Ansor Propinsi Lampung ini.
Buku ini sangat penting untuk memperkaya referensi bagi para santri, mahasiswa, pemerhati hukum Islam, masyarakat luas pada umumnya sebagai salah satu sumber mempelajari ilmu waris dengan segala pendalamannya.
Bagi yang berminat buku tersebut silahkan menghubungi tim STIS Darusy Syafa’ah Press. Contact person: M. Ghuron (0852-7977-9329), Siti Badriyah, S.E (0852-9518-8816), Rifqiatul Muawanah, S.Pd (0812-5219-3643).
IDENTITAS BUKU:
Judul : Hukum Kewarisan Islam Aturan dan Tata Cara Pembagian Harta Warisan
Penulis : Andi Ali Akbar
Penerbit : STIS Darusy Syafa’ah Lampung Tengah Press
Terbit : Maret, 2019
Tebal : ix + 127 Halaman
Nomor ISBN : 978-623-90115-0-5
Peresensi : Akhmad Syarief Kurniawan, Pegiat LTN NU Lampung Tengah